Apresiasi dan terimakasih saya untuk inisiator dan semua teman yang telah banyak berkontribusi hingga reuni smansa 89, yang konon sudah direncanakan terselenggara tahun lalu, akhirnya terjadi di tahun ini.
…Entah kenapa rasanya saya ingin sekali membuat tulisan ini….
Reuni smansa 89 akhirnya terlaksana di penghujung 2015, artinya setelah 26 tahun lebih sejak kita meninggalkan SMA kita. Dari apa yang saya lihat dan rasakan dari suasana reuni, atau dari komentar teman-teman di grup setelah acara berlangsung, hampir semuanya mengungkapkan keceriaan, lewat beragam pesan dan komentar. Foto-foto suka cita reuni pun langsung memenuhi memori gadget kita masing-masing. Menurut saya pribadi, selain esensi silaturahmi dan nostalgiaan, agenda utama reuni kali ini adalah berebut untuk berfoto bersama. Tetapi lebih dari itu, sebenarnya apa yang bisa kita “bawa pulang” dari acara reuni tersebut? Tentu saja bukan sekedar eforia dan hati senang karena larut dalam kebersamaan “pesta” itu.
Hasil studi menyebutkan, reuni tak sekadar membangkitkan nostalgia, tetapi pengalaman nostalgia dapat memperkuat jalinan ikatan dengan orang lain (social bonding), dan terbukti melalui reuni kita bisa membangun kembali jalinan pertemanan yang mungkin sempat terputus, dan hal itu akan memberikan dukungan emosional bagi sebagian besar individu.
Sebuah artikel menyatakan bahwa reuni 20-an tahun adalah salah satu reuni terbaik yang perlu dihadiri. Meski hanya beberapa jam, reuni menjadi suatu bentuk “unjuk diri” sekaligus refreshing, karena sangat mungkin ada “kelelahan” di sebagian besar orang yang sibuk menjalankan peran masing-masing dan mengejar pencapaian diri, karena memang secara psikologis usia 40-an adalah fase dimana seseorang fokus pada pencapaian, seperti karir, mempertahankan kualitas hubungan dengan pasangan, dan memperjuangkan masa depan anak-anak. Karena memang itulah tugas perkembangan di usia kita sekarang ini. Dan dalam reuni, kita seakan diajak “jalan-jalan” dengan suguhan pertemanan dan persahabatan masa lalu yang menghubungkan kembali kita pada momen dan cerita difase itu. Kenangan lucu, bahagia, bahkan kisah sedih pun, sepertinya semuanya terceritakan kembali dalam kemasan cerita yang menyenangkan. Momen nostalgia menjadi penting ketika kita masuk fase usia 40-an.
Dari satu obrolan ke obrolan yang lain, dari satu cerita ke cerita lain bisa kita dapat dari satu momen reuni. Selain cerita kenangan masa lalu, banyak cerita yang beredar dan kita dengar yang mencerminkan keberhasilan teman kita saat ini yang membuat kita ikut bangga, tetapi juga tidak sedikit cerita yang menuntut keprihatinan, empati dan kepedulian kita sebagai manusia. Lalu…. apa yang sebenarnya bisa kita dapat dari begitu banyak cerita itu? “Refleksi”. Yah… sepertinya kata itu adalah salah satu yang bisa kita ambil menjadi oleh-oleh buat hidup kita selanjutnya. Reuni bisa menjadi bentuk refleksi diri. Kita bisa membandingkan tentang di mana posisi kita dulu dan di mana posisi kita sekarang. Ketika cerita masa lalu dirangkai dan dihubungkan dengan cerita di waktu kini, kita seperti melihat gambar “metamorfosis diri” seseorang (baik diri saya sendiri ataupun diri orang lain), bagaimana berkembang dan berproses dari sekian fase yang terlewati.
Reuni mempromosikan refleksi diri untuk kemudian menjadi renungan. Dengan hati dan akal sehat, bagaimana kita terhubung kembali ke memori masa lalu diharapkan bisa menjadi cerminan untuk diri kita ke depan, dengan mengambil makna untuk pembelajaran hidup di masa sekarang dan yang akan datang. Insight, rasa syukur, empati dan rasa peduli, mungkin bisa menjadi sesuatu yang menggerakan langkah positif kita selanjutnya agar lebih baik dan bermanfaat, bukan hanya untuk diri kita sendiri tetapi juga untuk sahabat di sekitar kita. Yuk, kita jadikan reuni kita untuk mulai langkah itu….. (nilamde)